Rabu, 07 November 2012

MODEL-MODELPEMBELAJARAN MATEMATIKA

MODEL-MODEL PEMBELAJATAN  MATEMATIKA PADA  MATERI POKOK  LINGKARAN
1.      PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A.    Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Saat ini pendekatan kontekstual (CTL) telah berkembang di negara- negara maju dengan berbagai nama. Belanda mengembangkan dengan apa yang disebut Realistic Mathematics Education (RME), di Amerika berkembang dengan apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL), dan di Michigan juga berkembang dengan sebutan Connected Mathematics Project (CMP).
Tujuan pendekatan CTL pada dasarnya adalah membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan yang lain dan dari suatu konteks ke konteks yang lain (Rusgianto, 2002:23). Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
1) Tujuh komponen utama dalam pendekatan kontekstual meliputi:
a) Konstruktivisme
Kontruktivisme adalah filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Kontruktivisme dalam belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensi yang jauh melampui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan tanggapan (stimulus-response).
Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi buka menerima pengetahuan.
b) Tanya jawab
Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Tanya jawab dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong , membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan tanya jawab merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan tanya jawab berguna untuk:
(1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
(2) Mengecek pemahaman siswa
 (3)Membangkitkan respon pada siswa
(4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
(5) Mengetahui hal- hal yang sudah diketahui siswa
(6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
(8) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
c) Inkuiri (menemukan)
Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan atau konsep atau proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
d) Komunitas belajar
Komunitas belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok besar. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajar yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu
e) Pemodelan
Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik
f) Refleksi
Refleksi yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
g) Penilaian otentik (penilaian sebenarnya)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
2) Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) di Kelas
Penerapan pendekatan kontekstual (CTL) di kelas cukup mudah, dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk bidang studi matematika. Langkah- langkah penerapan pendekatan kontekstual berkaitan erat dengan tujuh komponen yang telah disebutkan diatas.
Adapun langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:
a)      Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya
b)      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
c)      Mengembangkan sifat- sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d)     Menciptakan masyarakat belajar
e)      Menghindarkan model yang bisa ditiru sebagai contoh pembelajaran
f)       Melakukan refleksi di akhir pertemuan
g)      Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
3) Peranan Guru Dalam Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berusaha dengan pendekatan pembelajaran dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru itu baerupa pengetahuan dan keterampilan datang dari “menemukan sendiri” bukan dari “apa kata guru”. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual (CTL).
4) Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Pembelajaran Matematika.
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika pada dasarnya membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata atau pengalaman belajar siswa. Pembelajaran matematika adalah suatu proses dimana pengetahuan yang berupa hasil belajar diciptakan sendiri oleh siswa melaliu transformasi pengalaman siswa sendiri.
Dalam pembelajaran matematika kontekstual (CTL) mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
a) Masalah atau soal- soal berkonteks kehidupan nyata atau kongkret sebagai titik awal proses pembelajaran
b) Dihindari cara mekanistik yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal. Pada pembelajaran matematika kontekstual siswa didorong untuk mengajukan suatu cara, alat atau pemodelan matematis sehingga diperoleh pemahaman tentang hal yang dihadapinya
c) Siswa sebagai peserta aktif dalam proses pembelajaran
d) Siswa diberi kesempatan untuk melakukan refleksi. Refleksi adalah berfikir tentang hal- hal yang baru saja dipelajari atau berfikir kebelakang tentang hal- hal yang sudah terjadi.
B.     PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI POKOK LINGKARAN
Langkah – langkah pembelajaran
1)      Kegiatan Awal / Pendahuluan
a.       Guru Menyampaikan indikator / tujuan pembelajaran
b.      Guru melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pengetahuan prasyarat bagi peserta didik dengan metode Tanya jawab dengan menggunakan peraga yang sesuai (model dearah lingkaran dengan unsur – unsurnya, model daerah lingkaran untuk pecahan), tanyakan kepada siswa
ü  Dengan menunjukkan model daerah lingkaran, guru menanyakan, bangun apakah ini ?
ü  Disebut apakah lintasan sepanjang tepi daerah lingkaran ini ? (guru menunjukkan lintasan)
ü  Disebut apakah garis hubung titik pusat lingkaran dengan sebuah titik pada lingkaran? (guru memperagakan)
ü  Bila model ini dilipat menjadi 2 bagian yang sama (tunjukkan berhimpit) berapa panjang garis lengkung yang terjadi ? (guru memperagakan)
ü  Bila dibagi menjadi 4 bagian yang sama ( guru memperagakan dengan melipat), berapa panjang garis lengkung yang terjadi ?
ü  Bila diketahui sebuah daerah persegi panjang dengan panjang a dan lebar t, Berapkah luasnya ? ( Luas = a x t) ditulis di papan tulis
c.       Selanjutnya guru menyajikan masalah kontektual (dalam Charta pada papan tulis)


Ibu ingin membuat taman berberbetuk lingkaran dengan jari – jari 240 cm. Untuk ditanami tanaman tanah harus gembur, sehingga ibu minta tolong kepada tukang kebun untuk mencangkulnya. Berapakah luas taman baru ibu ?
 
 


ü  Siswa diberi pertanyaan.
·         Berapa sentimeter persegikah luas lingkaran taman yang dicangkul ?
·         Berapa meter persegikah luas lingkaran taman yang dicangkul ?
ü  Siswa diberi kesempatan untuk memperkirakan jawaban dari masalah tersebut, tanyakan bagaimana ? mengapa ? untuk memancing peserta didik mengungkapkan argumentasi atas jawaban yang diberikan.
ü  Untuk menguji kebenaran jawaban siswa. Siswa diajak melakukan serangkaian aktivitas dengan tuntunan lembar kerja
2)      Kegiatan Inti
a.       Terlebih dahulu guru membagi kelas menjadi 8 kelompok, masing – masing kelompok dengan 4 sampai 5 anggota. Guru membagi peralatan dan bahan, serta lembar kerja kepada masing – masing kelompok. Sebelum masing – masing kelompok mulai bekerja, guru memberikan beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti setiap anggota kelompok harus bisa bekerja sama dengan kelompoknya, lakukan aktivitas sesuai lembar kerja, sebelum melakukan aktivitas pahami benar petunjuk/ pernyataan / pertanyaan yang ada pada lembar kerja. Lakukan aktivitas dengan cermat, teliti dan rapi
b.      Peserta mulai mengerjakan Lembar kerja ( terlampir)
c.       Pada saat masing – masing kelompok mengerjakan lembar kerja, guru berkeliling melakukan pengamatan terhadap masing – masing kelompok, bahkan anggota kelompok. Guru memotivasi, member pembelajaran individu / kelompok, bila ada yang membutuhkannya. Bila ditemukan rata - rata semua kelompok membutuhkan petunjuk tertentu, maka guru dapat memberi petunjuk secaraa klasikal. Selanjutnya masing – masing kelompok melanjutkan aktivitasnya.
d.      Jangan lupa sebelum siswa mengerjakan lembar kerja, guru menginformasikan waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya.
e.       Setelah waktu tiba, masing – masing kelompok menempelkan hasil pekerjaan Lembar Kegiatan dan mempresentasikan hasilnya ( kesimpulannya) kepada kelas. Selanjutnya guru menekankan kembali kesimpulan yang tepat, yaitu


Kesimpulan :
Bila daerah lingkaran dengan panjang jari – jari r, dan luas daerah lingkaran tersebut adalah L, maka L = Л x r x r ( Л = 3,14 atau 22/7)
 
 



f.  Selanjutnya guru mengarahkan kepada kelompok untuk kembali ke permasalahan awal, untuk mengecek kembali jawaban sementara yang telah diberikan dan menetukan jawaban yang benar.
3)      Kegiatan Penutup
ü  Guru menekankan kembali rumus luas daerah lingkaran
ü  Siswa diberikan beberapa soal latihan, dapat diambil dari buku siswa dengan nomor – nomor yang sudah dipersiapkan. Sekaligus dapat dialkukan sebagai evaluasi
ü  Siswa diberikan beberapa soal sebagai tugas rumah ( PR )
Sumber belajar
*      Buku Matematika kelas VIII
*      Pensil
*      Penggaris
*      Kertas Buffalo
*      Jangka
*      Gunting
*      Busur Derajat
*      Papan Gabus
*      Lembar Kerja Siswa
*      Buku referensi lain
Penilaian
*      Teknik : Tetulis, dan tugas
*      Bentuk : Uraian, essay, dan pengamatan
*      Instrumen
2.      MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION ( PBI)
A.    PENGERTIAN PEMBELAJARAN BASED PROBLEM INSTRUCTION
problem based instruction ( pbi) yang ada dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pembelajran berbasis masalah ( PBM) telah dikenal sejak zaman jhon dewey. Menurut Dewey ( dalam Trianto, 2007:67), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antar dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efekif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, srta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperolah dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian dan bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli psikologi Eropa jean piaget dan  lev vygotsky.  Menurut piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahamidunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasiuntuk secara aktif membangun tampilan dalam otakmereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Pandangan konstruktivis-kognitif mengemukakan, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam peroses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Menurut Piaget, pendidikan yang baik harus melibatkan siswa dengan situasi-situasi yang dapat membuat anak melakukan eksperimen mandiri, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi symbol, mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain, membandingkan temuananak lain.
            PBI juga merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran peroses berfikir tngkat tinggi. Menurut Arends, PBI merupakan pembelajaran yang menuntut siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyususn pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kerangka berfikir lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percara diri.
            PBI juga bergantung pada konsep lain dari Burner, scaffolding,  yaitu suatu peroses yang membuat siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu malmpaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
            Sementara itu, PBI mempunyai kaitan erat dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Pada kedua model ini guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Adapun perbedaannya dalam beberapa hal penting, yaitu : sebagian besar pelajaran dalam inkuiri didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru dan terbatas di lingkungan kelas. PBI dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna, yang member kesempatan kepada siswa dalam memilih dan menentukan penyelidikan apa pun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah (Ibrahim dan Muhammad Nur, 2005 : 23).

1)      Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah
a)      Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBI mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagi solusi untuk situasi itu.
b)      Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun PBI berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselididki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari berbagai mata pelajaran.
c)      Penyelidikan autentik. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada amasalah yang sedang dipelajari.
d)     Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBI menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyeleaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, maupun program computer. Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada temannya tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternative segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
e)      Kolaborasi. PBI dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan terlihat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanayak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan social dan berpikir.

2)      Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
a.      Tugas-tugas Perencanaan
1)      Penetapan tujuan
2)      Merancang situasi masalah
b.      Tugas Interaktif
1)      Orientasi siswa pada Masalah
2)      Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
3)      Membantu Penyelidikan Mandiri Ataupun Kelompok
4)      Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
c.       Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen
d.      Evaluasi

B.     PENERAPAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI LINGKARAN
Hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1)      Motivasi
Guru memotivasi siswa bahwa dengan mempelajari unsur-unsur dan luas sisi tabung, siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan lingkaran.
Contoh:
Guru          : Selamat pagi anak-anak bapak semuannya.
Siswa         : Selamat Siang Pak.
Guru           :Pada hari ini kita akan belajar tentang unsur-unsur yang ada pada lingkaran, keliling, serta luas pada lingkaran. Bapak harap anak-anak bapak dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan unsure, keliling, serta luas daerah lingkaran.
2)      Apersepsi
Setelah dilakukan motivasi, lalu guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi. Dapat dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa.
Contoh :
(Menanyakan benda yang berbentuk lingkaran dan dapat ditemui didalam kehidupan sehari-hari. )
Guru           :Hari ini kita akan masuk pada pokok bahasan yang baru, yaitu tentang bangun datar. Nah, disini kita akan belajar tentang lingkaran. Pernahkah kalian melihat benda yang berbentuk lingkaran?
Siswa         :Pernah Pak!
Guru           :Siapa diantara kalian  yang bisa menyebutkan contoh benda yang berbentuk lingkaran?
Siswa         :(Salah seorang siswa menunjuk tangan) Saya Pak.
Guru          :Ya coba “A“ (nama siswa) sebutkan contoh benda berbentuk lingkaran.
Siswa         : roda sepeda motor pak.
Guru          :Ya bagus sekali, ada yang lain?
Siswa          :Ada Pak (beberapa orang menyebutkan benda lain yang berbentuk lingkaran).
Guru           :Nah sekarang perhatikan bapak mempunyai benda yang berbentuk lingkaran. Nah lihat apa-apa saja yang dapat kalian lihat dari bangun yang bapak tunjukkan ini?
Siswa         :bentuknya bulat pak.
Guru           :Bagus, ada yang lain ? ( begitu seterusnya sampai beberapa orang menjawab).
3)      Introduksi
Ø  Guru menginformasikan model pembelajaran yang akan dilakukan.
Guru     :Model pembelajaran kita pada kali ini adalah Problem Based Instruction (PBI). Dengan model ini kita mengerjakan masalah-masalah yang ada pada LKS secara berkelompok.
Ø  Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Guru     :Bapak harap setelah belajar ini nantinya, kalian bisa menerapkan konsep pada kehidupan sehari-hari.
Ø  Guru membagikan LKS kepada masing-masing siswa.
4)      kegiatan inti
Ø  Tahap I           :Mengorentasiakan siswa pada masalah
Guru menugaskan kepada siswa mempelajari masalah mengenai unsur-unsur,keliling, dan luas daerah lingkaran yang ada pada LKS
Guru    :Coba perhatikan masalah yang ada pada LKS!



Nova mempunyai kertas manila yang berbentuk lingkaran. Ia ingin  mengukur keliling serta luas kertas tersebut.
Guru     :Untuk menyelesaikan masalah tersebut kita, kita harus mengetahui unsure-unsur daripada lingkaran.
Siswa   :(memperhatikan penjelasn gurunya).
Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan konsep unsur-unsur, keliling dan luas daerah lingkaran dengan kehidupan nyata.
Guru     :Perhatikan kertas tersebut. Dari diameter yang sudah diketahui, kita bisa membuat titik pusat pada lingkaran. Kemudian setelah itu, kita bisa menggambar juring lingkaran pada bangun tersebut. Gambar apa yang kalian peroleh ?
Siswa   :Seperti ini pak.
                                  
Guru     :Betul, jika jika bangun tersebut kita gunting berdasarkan ruas jari-jarinya, kemudian setelah itu kita susun membentuk daerah persegi panjang, bagaimanakah bentuk gambarnya?
Siswa   :seperti ini pak.
                               

Guru     :Dari gambar dapat kita simpulkan bahwa luas daerha lingkaran tersebut sama sengan luas daerah persegi panjang. Sekarang kita coba kerjakan soal dalam LKS.
Ø  Tahap II         :Mengorganisir siswa untuk belajar.
a.       Guru meminta siswa untuk duduk dikelompoknya masing-masing yang beranggotakan 4 orang (kelompok telah dibagikan sebelumnya).
b.      Guru meminta siswa mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang cara menyelesaikan masalah tersebut
Ø  Tahap III       : Membantu siswa memecahkan masalah.
a.       Guru membimbing dan mendorong siswa mengumpulkan informasi
b.      Guru mendorong dialog antar siswa, utuk bertukar ide
Ø  Tahap IV       : Mengembangkan dan menyajikan hasil pemotretan
a.       Guru mengamati dan membimbing siswa dalam menyimpulkan hasil pemecahan masalah.
b.      Setelah itu guru membimbing siswa menulis hasil penelitian di kerta yang telah disediakan.
Ø  Tahap V         : Mengambangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah
            Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pemecahan masalahnya.
Setelah hal diatas dilakukan maka guru membantu siswa untuk merangkum materi. Dan guru memberikan PR kepada siswa utnuk berlatih di rumah
3.     MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TYPE TAI (TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION)
A.    PENGERTIAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE TAI (TEAM-ASSISTED INDIVIDUALIZATION)
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut (Ibrahim, dkk, 2000: 3).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Selama ini proses transfer pengetahuan bahasa Indonesia dari guru ke murid masih banyak mengandalkan buku yang terbatas bahkan tidak ada, sehingga bahasa Indonesia kurang diminat siswa, serta permasalahan yang berkenaan dengan rendahnya kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran yang efektif. Pembelajaran semacam itu bukan saja membuat bosan para siswanya, namun juga membuat pemikiran mereka kurang berkembang, siswa kurang dilatih untuk peka terhadap permasalahan di sekitar dan belajar bagaimana memecahkan masalah menurut kemampuannya. Oleh sebab itu, perlu diadakan perubahan model pembelajaran seperti model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Accelerated Instruction).
Pembelajaran ini menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan bantuan individu kepada siswa yang lemah. Tokoh pembelajaran ini adalah Slavin, Leavy, dan Madden,1985 (Mohamad Nur,2000). Menurut Amin Suyitno (2006:10): Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) termasuk pembelajaran kooperatif yang diikuti pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya.
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Model pembelajaran TAI (Team Accelerated Instruction) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru, selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
Model Pembelajaran TAI memiliki delapan komponen:

a.       Teams, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen yang terdiri atas 4 sampai 5 siswa.
b.      Pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
c.       Melaksanakan tugas dalam kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
d.      Tindakan belajar yang dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individu kepada siswa yang membutuhkannya.
e.       Pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil dan yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f.       Pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.
g.      Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
h.      Pemberian materi oleh guru kembali di akhir pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
B.     PENERAPAN PEMBELAJARAN
Tahapan-tahapan pembelajaran model TAI adalah sebagai berikut:
a.       Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa dengan mengadopsi model pembelajaran TAI.
b.      Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa dalam suatu kelompok.
c.       Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok, bila terpaksa guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki oleh siswa.
d.      Guru memberikan pre-tes tentang materi yang akan diajarkan. Pre tes ini bisa diganti dengan hasil ulangan harian.
e.       Guru menjelaskan materi baru secara singkat.
f.       Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota 4 – 5 siswa pada tiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya dengan memperhatikan keharmonisan kerja kelompok.
g.      Guru menugasi kelompok dengan dengan bahan yang sudah disiapkan.
h.      Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan yang dialami anggota kelompoknya kepada guru. Jika diperlukan guru melakukan bantuan secara individual.
i.        Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami materi bahan ajar yang diberikan guru, dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. Setelah ulangan diberi ulangan, guru harus mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada).
j.        Guru memberikan tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
k.      Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah.
l.        Guru dapat memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.
C.     PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TYPE TAI PADA MATERI LINGKARAN
Ada dua belas tahap pelaksanaan:
1)      Tahap I: Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa.
2)      Tahap II: Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI dan pola kerja sama antar siswa dalam suatu kelompok.
3)      Tahap III: Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan secara berkelompok.
4)      Tahap IV: Guru memberi pre tes kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang luas lingkaran.
5)      Tahap V:  Guru memberi materi materi baru yaitu tentang proses penemuan luas lingkaran secara singkat menjelang tugas kelompok.
6)      Tahap VI: Guru membentuk kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa pada tiap kelompoknya.Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya dengan memperhatikan keharmonisan kerja kelompok dan memilih satu siswa sebagai Ketua Kelompok.
7)      Tahap VII:  Guru menugasi kelompok dengan bahan yang sudah disiapkan berupa LKS yang berisi materi pembelajaran yaittu tentang proses penemuan luas lingkaran kepada masing-masing kelompok siswa.
8)      Tahap VIII: Ketua kelompok melaporkan kepada guru tentang keberhasilan kelompoknya atau hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan guru memberikan bantuan secara individu.
9)      Tahap IX: Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota kelompok telah memahami materi bahan ajar yang diberikan guru dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. Setelah diberi ulangan, guru mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok yang terbaik sampai kelompok yang dipandang kurang berhasil jika ada.
10)  Tahap X: Guru memberikan tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
11)  Tahap XI: Guru memberi materi kembali yaitu berupa latihan pendalaman secarta klasikal yang menekankan strategi pemecahan masalah.
12)  Tahap XII: Guru dapat memberikan tes formatif sesuai dengan Tujuan Pembelajaran yang ditentukan.

4.      MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)  
A.    PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Prinsip prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal. Proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi. Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (Suherman, 2001) yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Dalam matematisasi horizontal siswa menggunakan matematika sehingga dapat membantu mereka mengorganisasikan dan menyelesaikan suatu masalah yang ada pada situasi nyata. Sedangkan pada matematisasi vertikal proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri.
Teori Pembelajaran Matematika Realistik terdiri dari lima karakteristik yaitu: (1) penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika; (2) penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus; (3) mengaitkan sesama topik dalam matematika; (4) penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika dan (5) menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.
Selain itu, terdapat juga prinsip-prinsip pembelajaran realistik dalam kurikulum matematika realistik yaitu:
1.      Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2.      Perhatian diberikan kepada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.
3.      Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.
4.      Interaktif sebagai  karakteristik dari proses pembelajaran matematika
5.      Interwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Menurut Treffers dan Goffree (Alimuddin, 2004) bahwa masalah kontekstual dalam kurikulum realistik, berguna untuk mengisi sejumlah fungsi:
1.      Pembentukan konsep: Dalam fase pertama pembelajaran, para siswa diperkenankan untuk masuk ke dalam matematika secara ilmiah dan termotivasi.
2.      Pembentukan model: Masalah-masalah konstekstual memasuki fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir.
3.      Peerapan : masalah konstektual menggunakan reality sebagai sumber dan domain untuk terapan.
4.      Praktek dan latihan dari kemampuan spesipik dalam situasi terapan.
Treffers dan Goffree (Ermayana, 2003 : 8)terdapat dua tipe matematisasi yang dikenal dalam Realistic Mathematic Education (RME) yaitu:
1.      Matematika horizontal
Proses matematika horizontal pada tahapan menengah persoalan sehari-hari menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam simbol-simbol dan model-model matematika.
2.      Matematika vertikal
Proses matematika pada tahap penggunaan simbol, lambang kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum. Langkah-langkah tahap pendekatan Realistic Mathematics Education yaitu :
·         Memberikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
·         Mendorong siswa menyelesaikan masalah tersebut, baik individu maupun kelompok.
·         Memberikan masalah yang lain pada siswa, tetapi dalam konteks yang sama setelah diperoleh beberapa langkah dalam menyelesaikan masalah tersebut.
·         Mempertimbangkan cara dan langkah yang ditentukan dengan memeriksa dan meneliti, kemudian guru membimbing siswa untuk melangkah lebih jauh ke arah proses matematika vertikal.
·         Menugaskan siswa baik individu maupun kelompok untuk menyelesaikan permasalahan lain baik terapan maupun bukan terapan.
Sintaks Implementasi Matematika Realististik
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
  • Guru memberikan siswa masalah kontekstual.
  • Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif.
  • Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka.
  • Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya
  • Guru mengenalkan istilah konsep.
  • Guru memberikan tugas dirumah yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal.
    • Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal.
  • Siswa secara sendiri-sendiri atau kelompok menyelesaikan masalah tersebut.
  • Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.
  • Siswa merumuskan bentuk matematika formal.
  • Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru.
Sering terlontar bahwa penjelasan yang diberikan oleh seorang guru  hanya dapat dimengerti pada saat penjelasan tersebut diberikan di kelas, tetapi ketika siswa sampai di rumah mereka sudah lupa. Hal ini menunjukkan mereka belum mengerti dengan pengetahuan konseptual. Mereka hanya mengerti pengetahuan prosedural. Jadi pembelajaran di sekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan apa yang telah diketahui anak, sehingga akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.
B.     PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI LINGKARAN
Pada tahap pertama yaitu mengembangkan bahan ajar dengan materi luas lingkaran dengan teori pembelajaran yang digunakan adalah Realistic Mathematics Education (RME). Permasalahan realistic yang digunakan sebagai bahan ajar adalah: “Seorang tukang kayu akan membuat sebuah meja bundar. Sebelum memotong bahan-bahan yang diperlukan, ia harus terlebih dahulu menghitung luas meja tersebut dengan rumus luas lingkaran. Berapakah luas lingkaran tersebut?”
Permasalahan di atas menggunakan konsep luas lingkaran. Siswa di sekolah yang digunakan untuk ujicoba belum mempelajari konsep luas lingkaran, namun sudah mempelajari menentukan nilai phi dan keliling lingkaran.
Desk Version yang dihasilkan adalah (1) pada awal pembelajaran, guru mengingatkan kepada siswa mengenai konsep luas lingkaran bahwa luas lingkaran adalah luas daerah yang dibatasi oleh busur lingkaran atau keliling lingkaran; (2) guru membacakan masalah dan memberikan penjelasan bahwa masalah tersebut harus diselesaikan dengan diskusi kelompok; (3) guru menginformasikan bahwa hasil diskusi ditulis dalam lembar kerja siswa (worksheet) dan menyediakan alat berupa kertas, gunting dan jangka serta lem.
Adapun deskripsi dari aktivitas pembelajaran yang dilakukan yakni sebagai berikut:
1.      Siswa diberi tugas oleh guru untuk memahami soal realistic yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Kemudian siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
2.      Di saat berdiskusi, guru mengamati bahwa tidak ada siswa yang menjawab sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, guru memberikan arahan agar siswa mencoba menggunakan alat jangka dalam menggambar. Ternyata, masih ada juga siswa yang belum bisa menggunakan jangka.
3.      Kemudian siswa membuat model dari masalah untuk mengidentifikasi luas lingkaran sehingga siswa akan menemukan rumus luas lingkaran dengan diskusi bersama teman sekelompoknya.
4.      Lalu, siswa mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.

5.      MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (PENEMUAN TERBIMBING)

A.    PENGERTIAN PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (PENEMUAN TERBIMBING)
Pembelajaran dengan penernuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Ide pembelajaran penernuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam "menemukan" sesuatu oleh mereka sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan. (Nur 2000).
Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih h banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dlikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.
Carin (1993) memberi petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) sebagai berikut. a. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa: (1) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penernuan; (2) Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa; (3) Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap; (4) Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2 5 siswa; (5) Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.
Untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993) menyarankan hal hal di bawah ini: (1) Membantu siswa untuk memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan; (2) Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan; (3) Menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman; (4) Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan; (5) Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan; (6) Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.
Berikut beberapa saran tambahan berdasarkan pada pendekatan penemuan dalam pengajaran (Nur 2000): (1) Mendorong siswa mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan membimbing; (2) Menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi; (3) Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait; (4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mernuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran; (5) Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait.
B.     PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY  LEARNING PADA MATERI LINGKARAN
1.      Perencanaan pembelajaran
Menurut sudjana (sukirman dan jumhana, 2006:2003) menyatakan bahwa perencanaan pembelajaran adalah “memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran yaitu dengan mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, sehinmgga arah kegiatan atau tujuan, isi kegiatan (materi), cara penyampaian kegiatan(metode, tekni, alat dan sumber) serta bagaimana mengukurnya atau evaluasi menjadi jelas dan sistematis.
2.      Pelaksanaan
Adapun contoh pembelajaran matematika dengan menggunakan metode discovery ini yaitu :
Kompetensi dasar menghitung keliling lingkaran
Ø  Guru mengkondisikan siswa belajar yang kondusif
Ø  Mengungkapakan pengetahuan awal serta pengalaman siswa dengan Tanya jawab tentang bangun-bangun datar
Ø  Memotivasi siwa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang diinginkan
Ø  Melakukan pre-tes
Ø  Pembagian kelompok siswa dengan anggota 4 orang tiap kelompok, dan tiap kelompok diberikan 3 benda bebbentuk lingkaran yang diameternya berbeda satu sama lain
a.       Tahapa enactive
Dalam tahap ini peserta didik melakukan observasi cara mengalami secara langsung suatu realita.
Biarkan murid untuk mengeksplor kemampuan mereka dalam mengamati ke tiga benda berbentuk lingkaran ini.












 







b.      Tahap iconic
Siswa diminta untuk melakukan percobaan mengukur garis tengah dan keliling tiga objek berbentuk lingkaran yang berlainan itu dengan bantuan tali yang diberikan oleh guru. Siswa harus mencatat ukuran atau panjang garis tengah lingkaran (d) dan keliling (K) serta hasil dari pada tabel yang disediakan (LKS)
Lingkaran
Diameter
Keliling
Keliling :diameter
1



2



3




Hasil LKS
Lingkaran
Diameter
Keliling
Keliling :diameter
1



2



3



c.       Tahap simbolis
Dari pengisian tabel diatas siswa dapat menyimpulkan bahwa nilai keliling dibagi diameter hasilnya sama untuk semua lingkaran
3.      Kegiatan akhir
Evaluasi pembelajaran dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dipelajari
a.       Teknik :tes tulis
b.      Bentuk instrument :isian
c.       Soal/instrument

6.      MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED
A.    PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN-ENDED
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:
a.       Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
b.      Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
c.       Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu.
Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah.
Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
Ø  Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
Ø  Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
Ø  Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
Ø  Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
Ø  Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
Ø  Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:
1)      Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang.
2)      Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya.
3)      Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
a.       Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
b.      Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
c.       Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa.
d.      Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu.
e.       Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
B.     PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN-ENDED PADA MATERI LINGKARAN
Dalam makalah ini penulis akan memberi contoh bagaimana siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya sehingga kemampuan konseptualnya dapat terbentuk dalam kegiatan lesson study di beberapa sekolah. Pada pembelajaran mencari luas daerah lingkaran, para siswa ditugaskan membawa berbagai benda yang permukaannya berbentuk lingkaran. Setelah itu benda tersebut dijiplak pada kertas karton. Tugas selanjutnya, para siswa disuruh menggunting lingkaran itu menjadi beberapa juring dan disuruh untuk 8
membuat bangun datar dari potongan juring- jring tersebut. Selanjutnya para siswa disuruh membuktikan bahwa luas daerah lingkaran adalah  . Di bawah ini adalah hasil pekerjaan siswa dalam membuktikan luas daerah lingkaran .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar